Kamis, 13 Maret 2008

BANGSA PENJARAH: Sebuah Warisan Kulltural

Oleh: M. Idrus Taba
Dewan Pendiri Melania Foundation

Kekuasaan, yang mendorong motivasi seseorang untuk bertindak, bukan sex. Begitu setidaknya keluh Bertrand Russel, seorang Philosof dari Inggris, mencoba membantah Sigmund Freud si Pakar Psikoanalisa yang melihat ikhwal sex sebagai pendorong motivasi individu berperilaku. Barangkali Russel betul, atau memang Freud tidak salah. Bahwa Sex dan Kekuasaan bertemu dalam selingkuh paling mesra ketika seseorang atau suatu kaum, memegang palu. Ketika palu tergenggam kokoh di tangan, dan nyaris setiap orang mahfum dan mengamini, maka segala soal dilihatnya sebagai paku. Setidaknya begitu kira-kira seorang George W.Bush dan beberapa cheer leaders-nya: PM Inggris, Presiden Spanyol, PM. Australia, ketika melihat Iraq sebagai paku yang harus dimartir. Walaupun disitu hanya tersisa anak-anak, wanita, orang tua dan serdadu yang berusaha meneriakkan patriotisme, didasar hati yang bimbang.

Sebuah negeri berdaulat telah jatuh. Setelah 12 tahun digerogoti, tepatnya dipaksa secuil demi secuil daging, darah dan tulang anak-anak dan rakyat Iraq dikunyah oleh AS dan dunia atas nama melindungi kemanusiaan dari senjata kuman produksi seorang demagog: Saddam Hussein (yang hingga saat ini tidak pernah ditemukan). Hari itu kita menyaksikan sebuah prosesi penjarahan sebuah negeri secara paling menjijikkan dan memalukan yang dilakukan oleh sebuah negeri ,AS, yang telah memperoleh (setidaknya menurut klaimnya) magna summa cumlaude dalam demokrasi, hak azasi manusia dan penghargaan tertinggi atas nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah negeri yang mengekspor keseluruh dunia produk bersopan santun dalam demokrasi dan hak azasi manusia, khususnya terhadap dunia yang dianggapnya aneh. Ya, negeri yang tak sepaham dengan dirinya dianggap aneh dan perlu dimusnahkan. Sebuah negeri, yang entah dari Tuhan mana dia memperoleh mandat untuk membom, membakar, membunuh rakyat sipil, anak-anak, perempuan, dan orang tua, yang tanpa dibunuhpun telah mengalami pembunuhan sistematis, setidaknya pada 12 tahun masa pengisiolasian Iraq. George W.Bush, yang digambarkan religius, entah mengutip dari Kitab Suci mana, dan suara Tuhan Siapa, ketika memulai pembantaian pukul 5 pagi di Iraq. Waktu dimana rakyat Iraq akan keluar rumah untuk mengais rezeki, atau makanan, dari yang tersisa setelah Perang Teluk I.
Hari ini, kita menyaksikan bahwa sejumlah logika, argumen, dan segala macam doktrin yang coba dibangun Bush dan dinyanyikan ke rakyatnya, kesekutunya, ke PBB, ke dunia bahwa invasi ke Iraq adalah sebuah tugas suci untuk membebaskan rakyat Iraq dari seorang Diktator yang suka bermain senjata kimia, dan untuk melindungi rakyat AS dari potensi ancaman eskternal dan untuk menghilangkan Negara terrorist di dunia, pada akhirnya menemukan wajahnya sendiri pada sebuah cermin kusam yang tidak pernah berubah: Kapitalisme. George W.Bush, atau AS atau Inggris atau Australia, akhirnya tak lebih dari bangsa penjarah. Rampok. Begal. Sebuah kultur warisan dari nenek moyangnya ratusan tahun lalu ketika menjarah tanah dan harta Suku Indian, suku Inca Maya , suku Aborigin, suku Maori, suku Africa, suku mesir kuno. Yang menyisakan kesengsaraan, kemiskinan, dan kepunahan suku bangsa itu di tanah kelahirannya. Suku Indian sekarang tinggal dalam komunitas konservasi di AS sambil menunggu kepunahannya, hari demi hari. Suku Maya di Mexico telah musnah disantap bangsa Spanyol dan portugis. Suku Aborigin, penduduknya mengalami pertumbuhan negative dan menjadi kasta terhina di Australia. Demikian pula suku Maori di Selandia Baru, tidak lebih baik nasibnya dari saudaranya di Australia. Lebih lagi Suku Africa yang tercabik dalam perang saudara tiada batas akibat penjarahan dan politik adu domba bangsa Eropa. Bangsa Mesir masih lebih terhormat karena berdaulat, tetapi tidak lebih dari manekin di bawah tekanan AS dan Israel. Jejak masa silam itu menyisakan sebuah hasil pembelajaran yang dipertontonkan secara massif di abad modern ini.
Sebuah bangsa pemburu proyek pertumbuhan , tak lebih memang. Setelah dengan susah payah mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang megap akibat persaingan global yang semakin ketat: karena ada Uni Eropa dan Jepang sebagai pemain kuat, dan setelah banyak negeri tidak dapat lagi dibodohi dan dipanasi untuk saling perang , maka AS dan sekutunya memunculkan metode baru tapi lama: luluh lantakkan sebuah negeri kaya atau miskin, jejerkan boneka-boneka politiknya, jarah minyaknya atu apa saja yang berharga, dan bagi konsesi proyeknya. Maka pertumbuhan pendapatan Korporat sejumlah perusahaan minyak di AS dan sekutunya akan meningkat. Ingat, pendukung dan Kabinet Bush, sebagian besar bergerak dalam industri perminyakan. Afganisthan di bawah Pemerintahan Taliban, merasakan bagaimana akibatnya ketika sebuah pipa minyak milik perusahaan AS (pemegang sahamnya Bush Senior) di trans Siberia yang akan melintasi wilayahnya tidak diberi izin. Dalam sekejap, Kabul luluh lantak. Dan sebuah pemerintahan Manekin dibangun. Di Iraq, pasca perang, sejumlah Manekin politik juga telah dijejer pada etalase politik negeri malang itu.

Sebuah metode yang agaknya hanya dapat kita pelajari di Text Book, tetapi tidak dapat dipraktikkan. Karena sejumlah faktor pendukungnya hanya dimiliki oleh AS: Negeri kaya, maju, ekonomi kuat, mesin perang canggih, mampu menyederhanakan persoalan (karena dianggap Iraq, atau Negara lainnya punya senjata kimia, punya teroris, maka harus dihancurkan), dan kepekatan hati seorang Presiden (yang otaknya pas-pasan, dan nuraninya terganggu) untuk melakukan pembantaian. Sebuah keunggulan komparartif yang akan menjadi kekuatan AS dalam memainkan persaingan bisnis Multi National Corporation di dunia. Jepang akan terpaksa manut, Eropa akan keder, Rusia, Jerman, Cina, atau Perancis mencoba bermain save, sambil melihat peluang ceruk pasar yang dapat dimasuki. Dunia ketiga yang tidak kaya, akan digantung atau bahkan disembelih terus nasibnya lewat guillotine IMF atau World Bank. Atau membombardirnya dengan issu-issu terorisme, anti demokrasi, anti hak azasi manusia, seperti di Indonesia. Sedangkan dunia Arab yang kaya minyak akan diskenariokan dalam peta-peta proyek Perang Teluk III, IV, V dan title-titel perang lainnya. Untuk menciptakan kesetiaan Negara-negara Arab taklukan seperti Saudi Arabia, Mesir, Kuwait dan para Emir korup di kawasan teluk, maka Anjing Buldog Israel terus dibiarkan menggonggong dan memangsa Bangsa Palestina sehingga tercipta terus menerus ketegangan dan ketakutan di wilayah itu. Ketika Bangsa Palestina melawan dengan intifadah dan Bom bunuh diri, dicap sebagai terrorist. Tapi ketika Israel meratakan tanah penduduk Palestina dan membunuhi rakyat sipil, AS menyebutnya pembelaan diri. AS memang selalu gagal memakai kacamata dengan dua lensa yang sama baiknya.

Apa yang tersisa dari negeri dongeng Bagdag, Iraq? Negeri pencipta mimpi kanak-kanak kita dari cerita seribu satu malam. Negeri permadani terbang yang dikemudikan si Anak Nakal Aladin bersama pacarnya Putri Yasmin dan Jin yang selalu setia menyediakan fasilitas. Tak ada lagi. The game is over kata Duta Besar Iraq di PBB kala itu. Setidaknya ketika menyaksikan patung Saddam dirubuhkan dan diinjak oleh massa yang menari-nari eufhoria sambil mengelukan pasukan invasi. Ketika masyarakat menjarah asset pemerintah, atau harta masyarakat lainnya, hal yang tidak terjadi ketika Kabul jatuh. Ketika chaos menjebak, dan masyarakat menjadi saling curiga dan beringas kemudian saling bunuh. Lalu AS, dengan enteng dan angkat bahu mengatakan mereka tidak bertanggungjawab atas huru-hara itu. Sebuah potret yang sangat muram.
Sementara di sana, jauh di Washington, para perampok telah menggelar hasil jarahannya di atas meja-meja proyek, konsesi, dan kapling otoritas. Sejumlah perusahaan MNC perminyakan yang turut menanam saham dalam Bursa Efek Perang Teluk., telah mengajukan proposal masing-masing atas ladang-ladang minyak dan pembangunan kembali Iraq. Pada akhirnya, memang, substansi invasi AS menemukan wajahnya dicermin yang sama : wajah kapitalisme. Penguasaan terhadap faktor-faktor produksi: modal, tanah, material, manusia, dengan cara mekanisme pasar, atau, cara lain: mekanisme perang. Nun di tanah gersang Iraq, diantara reruntuhan bangunan bercampur butir pasir yang telah lelah menyerap darah anak-anaknya, rakyat Iraq hari ke hari mungkin bergumam: besok, makan apa? Dan para Penjarah juga bergumam sama: Besok, makan siapa? Dan kita tahu, para Koki AS telah menyiapkan bumbu dan material untuk menu esok: Suriah?, Iran?, Libya? Korea Utara?, atau mungkin juga Indonesia?

Amerika Serikat, dengan segala predikat kebesarannya: ekonomi, teknologi, budaya, demokrasi, yang terbangun ratusan tahun lalu dan melalui perjalanan sejarah yang panjang dan mengagumkan, akhirnya dalam tempo 3 minggu di Iraq, dalam sebuah drama musical klasik diatas panggung bersimbah darah, ceceran otak, daging dan tulang belulang manusia, telah mempertontonkan bakatnya yang paling sempurna: Pembantai, Perampok, dan, juga Pembohong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar