Jumat, 25 Desember 2009

Hamlet

De omnibus dubitandum!, Segala sesuatu harus diragukan, kata Rene Descartes. Bahkan ketika Hamlet, si Peragu, berseru kepada Ophelia:”doubt thou the stars are fire; doubt the sun doth move; doubt truth to be a liar; but never doubt I love (Shakespeare, Hamlet). Memang segala hal dalam hidup ini dimulai dengan meragukan sesuatu (termasuk pernyataan ini). Sampai kemudian kita menemukan kebenaran. Dan kebenaran, adalah pernyataan tanpa ragu. Keraguan, timbul karena kita tidak yakin bahwa itu benar. Kalau begitu, bagaimana cara agar kita tahu bahwa sesuatu itu benar? Ada dua cara. Pertama, paham idealisme. Bahwa fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip yang kemudian jadi pengetahuannya. Prinsip itu sudah ada. Untuk mengetahuinya digunakan kemampuan berpikir rasional. Lewat penalaran rasional, didapatkan bermacam pengetahuan mengenai suatu obyek tertentu, tanpa ada konsensus bagi semua pihak. Karena setiap orang beda-beda cara nalarnya, apalagi yang agak telmi (telat mikir). Cara kedua, paham empirisme. Bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran, tapi lewat pengalaman kongkret yang tertangkap indera manusia. Misalnya: kalau mendung, mungkin turun hujan. Besi dipanaskan, akan memuai. Kejendut rokok, kulit melepuh. Pengamatan ini, secara konsisten benar, akhirnya menjadi pengetahuan yang digeneralisir dan diterima semua orang. Tetapi, disamping kedua cara itu, ada juga cara lain yaitu intuisi dan wahyu. Intuisi, pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang, yang mumet otaknya karena utang, tib-tiba plong!, ada jalannya: ketika sedang semedi di toilet dan dengar bunyi plung!. Maslow, menganggap intuisi sebagai peak experience, sedang bagi Nietzsche sebagai intelegensia paling tinggi. Wahyu, tentu saja pengetahuan yang menjadi campur tangan Tuhan dalam tradisi kenabian. Agama, kemudian menjadi pengetahuan yang terjangkau pengalaman manusia, juga pada hal-hal yang bersifat transendental: asal muasal manusia, kiamat, surga-neraka. Disinilah bedanya pengetahuan dan agama. Agama, dimulai dengan percaya, selanjutnya bisa tambah percaya, atau menurun. Ilmu, dimulai dengan ragu dan tidak percaya, diakhiri dengan yakin atau tetap pada pendirian semula, sambil menunggu munculnya keraguan baru. So, kalau secara rasional dan empiris, Tim 8, BPK dan suara publik sudah mengatakan ada rekayasa dan kriminalisasi KPK, Markus, Mafia peradilan, serta perampokan Bank Century secara sistemik, sehingga lampu kita byar-pet, mengapa kau masih ragu Hamlet?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar