Jumat, 19 Juni 2009

Multikultural
Oleh: M. Idrus Taba
Sebuah artikel menarik Kathryn Young, mengupas soal manajemen multikultural pada manajer generasi baru di Indonesia. Paham pluralisme (ideology) dan multikulturalisme (implementasi), yang saat ini sedang trend, menarik dilihat dalam praktik dan kebijakan di dunia bisnis indonesia. Dimana sebetulnya ranah pemusatan budaya dan yang memungkinkan timbulnya kesalahpahaman manajer kita ketika bekerja dengan orang asing: barat atau asia.
Menurut Adler (1986), seorang manajer yang ingin bekerja pada budaya berbeda, perlu mempelajari tiga pola interaksi rumit pada budaya. 1) nilai (penilai mendasar untuk apa yang dianggap baik atau jahat , dapat atau tidak dapat diterima) 2) perilaku (nilai ekspresi yang mempengaruhi seseorang untuk bertindak atau bereaksi dengan berbagai macam cara ) dan 3) perangai ( berbagai bentuk tindakan manusia). Hasil survey Young menunjukkan, pertama, jika manusia dari berbagai budaya berinteraksi, perbedaan di antara mereka menjadi tegas. Kedua, menerima persamaan daripada perbedaan akan memungkinkan kepuasaan pada hubungan kerja. Ketiga, semakin besar perbedaan budaya, semakin besar kemungkinan hambatan komunikasi akan timbul dan kesalahpengertian akan terjadi. Pola interaksi semakin mengeras jika perbedaan menjadi titik sentral hubungan. Padahal, justru, dengan menerima persamaan katimbang perbedaan akan meningkatkan kepuasan kerja. Namun, di sisi lain, besarnya perbedaan budaya, akan menghambat komunikasi. Sementara, salah satu factor pemicu konflik adalah distorsi komunikasi. Olehnya itu, membangun komunikasi terus menerus, akan memperluas wilayah “ketahuan”, dan akan semakin menemukan”kesamaan” dalam hiruk-pikuk multikulturalisme. Budaya manajemen Indonesia, secara khas digambarkan Hofstade (1983): kolektivitas lebih utama dibanding individualitas. Pada jarak kekuasaan: Indonesia nyaman dengan bentuk hirarkis/otokratis. Cenderung tengah dalam menghindari ketidakpastian. Lebih feminis katimbang maskulinitas. Disimpulkan bahwa manajer Indonesia dapat bekerja pada lingkungan bisnis multikultural. Bahwa gaya manajemen Indonesia dapat menggabungkan nilai Asia dan Barat dengan tetap mempertahankan unsur kuat dari budaya Indonesia asli. Pemahaman terhadap perbedaan dan persamaan budaya penting dalam menapak lingkungan global multicultural sebagai sebuah realitas dalam kehidupan.
“pagi hari, tidak hanya kita dapat membedakan pohon ara dan persik. tapi juga untuk mengenal sesamamu, dan menerima perbedaan sebagai rakhmat ilahi. Jika tanpa itu, maka hingga jam berapapun, hari masih malam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar