Senin, 23 Februari 2009

Bahasa Politik

Di zaman perang dingin, AS menyerang Uni Sovyet dengan sebuah banyolan. Seorang agen CIA yang membelot, melapor ke kantor KGB (Dinas Rahasia Sovyet). “Saya anggota CIA, mau melaporkan pembelotan saya”. “Di CIA, kamu unit apa?” Tanya agen KGB. “Sabotase”. Jawabnya. “Silakan naik ke lantai dua, belok kanan”. Di lantai dua, dia ditanya:” Sabotase benua apa?”. “Asia!”. “Silakan ke lantai tiga, belok kiri”. Dilantai tiga.”sabotase ke pemerintah atau masyarakat?”. “Pemerintah!”. “Naik ke lantai empat belok kiri”. Dilantai empat. “Sabotase pemerintah: militer atau birokrat?”. “Militer!”. “Naik ke lantai tujuh, lurus lalu kanan”. Akhirnya, di lantai tujuh, agen KGB yang ditemuinya di ruangan itu membentak:”Saudara ini tahu jam kerja tidak!?, ini sudah jam empat sore. Kantor sudah tutup. Besok saja baru datang!”. Birokrasi organisasi yang menjulang bak tangga ke langit, dan menggurita ke kiri-kanan, adalah lokomotif tua yang perlu dimuseumkan. Charles Hamdy, seorang pakar organisasi, mengatakan:”organisasi yang masih berperilaku “mesin”:dirancang, diukur, dikendalikan, dimanage sudah harus diganti dengan memandang organisasi sebagai”jaringan kerja”. Makanya, kata beliau, organisasi modern banyak mengadopsi jargon-jargon organisasi politik, menggantikan organisasi “mesin”, seperti: adhocracy, federalism, aliansi, tim, empowerment, inisiatif. Ketaatan diganti keterlibatan. Manajemen menjadi kepemimpinan. Manajer diganti pemimpin tim, coordinator proyek, mitra pemimpin, fasilitator atau ketua. Contoh, Subsidiaritas, yang dalam istilah politik dinyatakan bahwa suatu lembaga yang lebih tinggi tidak harus mengambil tanggungjawab yang dapat diselenggarakan lembaga yang lebih rendah. Jadi, untuk apa direksi banyak berkubang di seksi tim-tim kerja teknis?. Juga, wewenang. Pada organisasi “mesin”, kekuasaan berasal dari kedudukan seseorang. Dalam organisasi “politik”, pemimpin dipilih oleh rakyat untuk mengayomi mereka. Gelar dan peranan, bobotnya rendah, sampai seorang pemimpin dapat membuktikan kompetensinya. Ketiga, virtualitas. Organisasi baru berpencaran, bekerja di lokasi berbeda, beragam jabatan, dan tidak perlu menunjukkan kesetiaan pada perusahaan. Persis, sebuah organisasi politik. Menganut rumus 20/80. Hanya 20% yang masih duduk di kantor. 80%nya: kontraktor, part timer, professional mandiri, free lance. Organisasi, berubah jadi “wadah kontrak”, bukan lagi “kawasan pemakaman” yang berisi zombie, fosil, atau badak yang menunggu kemusnahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar